Senin, 20 Maret 2017

Contoh Cerpen Hurt/Comfort, Heartbreak | Yamazaki Akira

Heartbreak

Aku berlari cepat ke arah lapangan sekolah, takut jika dia marah karena membuatnya menunggu lama. Aku menggenggam erat minuman yang ada di tanganku. Aku tahu saat ini dia pasti sudah sangat kehausan karena pertandingan sepak bola tadi.
Aku tidak dapat menahan senyumku. Sedikit lagi, aku hampir sampai di lapangan. Aku melihatnya yang tengah berusaha memasukkan bola ke gawang. Aku hampir menyapanya, tetapi tanganku menggantung di udara saat tiba – tiba seorang wanita berlari dan memeluknya. Aku terkejut melihatnya dan lebih memilih melihat dari luar lapangan. Mereka tidak menyadari keberadaanku. Perempuan tadi mencium pipinya dan memeluknya dengan mesra, tetapi anehnya Bagas tidak menolak dan malah memeluk perempuan tadi. Tanpa kusadari airmataku telah menetes turun.
 Tanganku terasa kaku, sehingga minuman yang kupegang tadi terjatuh. Bagas mengetahui keberadaanku terlihat jelas dari pupilnya yang melebar. Dia menjauhkan perempaun tadi sehingga membuatnya penasaran dan mengikuti arah pandang Bagas. Dia menyeringai melihatku dan semakin mempererat pelukannya. Aku berusaha tersenyum tetapi tentu saja hal itu gagal karena airmataku masih terus mengalir. Aku mengambil minuman yang tidak sengaja akau jatuhkan dan mendekatinya.
“ Maaf menggangu. Ini minuman yang kau pesan.” Aku menyerahkan minuman itu kepadanya sambil berusaha menahan rasa hatiku yang seperti teremas oleh tangan kasat mata. Tangannya tampak tidak bergerak sehingga aku mengambil tangannya dan langsung memberikan minuman itu dan pergi meninggalkan mereka. Dia masih terdiam disana tanpa ingin menghentikan langkahku. Aku pergi dengan perasaan hancur dan airmata yang membasahi wajahku. Aku tidak perduli jika banyak orang yang melihatku dengan penasaran. Aku merasakan tatapan itu tetapi rasa itu seakan hilang dan naik ke hatiku, bercampur menjadi satu dengan hancurnya hatiku saat ini. Aku terjatuh karena tidak terlalu memperhatikan jalan karena mataku tertutupi oleh air mata. Tetapi kenapa bukan lutuku yang sakit. Aku bangun dan pergi dengan pakaian yang awalnya rapi kini menjadi acak – acakan.Untungnya rumahku kini sepi, kedua orang tuaku pergi keluar kota dalam urusan bisnis. Aku segera menuju kamarku dan duduk di tempat tidurku tanpa perduli dengan badanku sendiri. Air mataku belum juga berhenti. Aku mencoba untuk tidur tetapi pikiranku masih melayang ke kejadian tadi.
            Kakak kelasku, sekaligus pacarku, Bagaskara Rahagi atau Bagas seorang atlet sepak bola yang sangat terkenal karena kehebatannya. Tidak salah jika banyak sekali wanita yang mengincarnya tetapi itu tidak menjadi maslah bagiku karena aku tahu bahwa dia hanya akan jatuh cinta padaku. Tetapi itu dulu dan entah kenapa dia sekarang berubah dan akhirnya dia bersama dengan Oriana Calista, si ratu sekolah. Saat aku pergi dia hanya termenung dan karena itulah aku tahu bahwa perasaannya itu tidak lagi untukku. Jujur aku berusaha untuk iklhas tetapi entah kenapa hatiku tidak bisa.
Ting!
Ponselku berbunyi, sebuah pesan. Kulihat nama yang tertera disana, Bagas. Hatiku berdebat antara ingin membuka pesan itu atau tidak, menghela nafas aku membuka pesanitu.
Bisa kita bertemu, di taman tadi pagi. Kita berdua.
Aku penasaran sekaligus takut mengetahui apa yang akan dia katakan walaupun aku tahu apa itu. Aku bangun dan keluar tanpa repot mengambil jaket karena cuaca diluar yang tiba – tiba dingin walaupun hari masih sore. Aku hanya ingin masalah ini selesai dan begitu juga rasa sakitku.
            Aku berjalan menunduk, menatapi jalan yang kujejak. Tidak sesekali aku menabrak orang yang ada jalannya berlawanan arah denganku. Akhirnya aku sampai di taman dengan selamat tanpa harus mencari tiket untuk pergi ke rumah sakit terdekat. Aku segera mengedarkan pandanganku ke sekeliling dan melihatnya yang telah duduk di bangku taman dekat air mancur. Entah kenapa melihatnya membuat kepalaku berdenyut – denyut nafasku tidak teratur dan membuatku tidak nyaman. Walaupun begitu aku melawannya dan mendekatinya. Sepertinya dia mengetahui keberadaanku sehingga dia menolehkan kepalanya dan terlihat jelas rasa tidak enak di wajahnya. Aku diam di depannya tanpa berkata apapun. Aku tahu raut wajahku pasti dingin di hadapannya, tetapi itu lebih baik daripada aku menangsi di depannya, aku tidak lemah.
“ Kau tidak ingin duduk?” Aku terdiam tidak ingin menyahut membuatnya semakin tidak enak.
“ Ada apa?” Aku menjaga agar suaraku tidak terdengar seperti tengah menahan tangis tetapi itu gagal karena dari terlihat dari raut muka yang tengah terkejut.
“ Kau menangis?” Dia bangun dan langsung mendekatiku dan berusaha memelukku tetapi aku labgsung mnenepisnya.
“ Berhenti!” Aku berteriak kepadanya dan saat itu juga pertahananku runtuh. Air mataku merembes keluar. Aku menjauh darinya tetapi entah kenapa di wajahnya terdapat ekspresi marah. Dia mendekatiku dan tanpa aba – aba dia langsung memelukku erat.
“ Maafkan aku,” Dia berbisk tepat di telingaku yang membuat air mataku semakin deras. Aku mencoba melepaskan pelukannya tetapi dia malah semakin mengeratkannya.
“ Lepas!” Akhirnya aku berhasil melepaskan pelukannya. Aku mengangkat kepalaku dan menggeleng. Dia berusaha mendekatiku yang langsung aku cegah dengan mendorongnya kuat.
“ Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padamu.” Dia menyerah dan akhirnya membiarkan jarak antara kami.
“ Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu” Aku terperanjat mendengar kata – katanya yang membuat pupilku melebar.
“ Dia membohongiku. Tadi saat aku kerumahnya, dia bersama dengan pria lain dan menganggap aku adalah orang asing.” Dia menceritakan kejadian itu dengan wajah marah dan juga kecewa. Aku ingin medekatinya, sangat ingin malah, tetapi aku tidak mau sakit lagi. Aku tidak ingin melihatnya.
“ Pergilah. Aku tidak dapat membantumu.” Aku membalikkan badanku dan berjalan pergi.
“ Kenapa?” Aku berhenti tanpa membalikkan badanku. Aku rasa jarak kami cukup agar dia mendengar suaraku.
“ Kau menghancurkan harapanku, hatiku. Jadi kenapa aku harus peduli padamu?” Tidak ada suara darinya sehingga aku meninggalkan semua kenanganku bersamanya, selamanya. Berharap dia tidak akan pernah datang lagi, walaupun pada pemakamanku.

2 komentar: