Selasa, 21 Februari 2017

Contoh Cerpen Fantasy, Mate 2, Mine | Yamazaki Akira

Mine                    

                 Daniel mengajak Sonia berkeliling di sekitar mansion. Dia memulai dari halaman depan yang penuh dengan mawar putih dan merak putih.

Sonia berdecak kagum akan keindahan tempat ini, walaupun tidak lebih indah daripada mansionnya. Menurutnya mansion ini terlihat sangat suram dari luar, mungkin karena pemilihan warnanya. Saat berkeliling, Sonia banyak mengajukan pertanyaan dan dijawab dengan gumaman oleh Daniel.
“ Daniel,” Panggil Sonia dengan lembut. Tetapi tidak diacuhkan oleh yang dipanggil. Sedikit meninggikan suara Sonia kembali berusaha memanggilnya
“ Daniel?” Tetapi tetap tidak ada jawaban. Dilirikpun tidak.
“ Daniel?!” Habis sudah kesabaran Sonia, dia memanggil Daniel dengan berteriak yang menyebabkan merak putih yang tadinya berada di sekitar mereka langsung pergi.
“ Hn?” Gumam Daniel yang masih memperhatikan merak putihnya. Dengan nafas tersengal yang menahan emosi, Sonia mendekati Daniel dan berkacak pinggang tepat di hadapannya.
“ Bisakah kau tidak mengucapkan ‘hn’ mu itu? Bahkan itu bukanlah termasuk kata di kamus manapun, kau tahu?!” Bentak Sonia. Daniel hanya melirik sekilas dan kembali mengamati meraknya.
“ Hn,” Daniel kembali menggunakan trademarknya itu. Mengakibatkan wajah Sonia merah menahan amarah. Merasa tidak diperdulikan, Sonia mendengus dan segera beranjak dari tempat itu. Tiba-tiba sebuah suara menghentikannya,
“Hei, kau pemarah ya, dasar wanita dan bisakah kau tidak cerewet, membuat telingaku menjadi tuli.” Ucap Daniel dengan datar tanpa ekspresi. Sonia membalikkan badannya menghadap Daniel menatap tidak percaya padanya.
What?” Tanya Daniel masih dengan muka datarnya.
“ Ka-kau tadi tidak menggunakan trademarkmu dan berkata sepanjang itu? Akhirnya, aku kira kamu tidak bisa bicara selain ‘hn’ mu itu. Hebat! ” Sorak Sonia penuh antusias karena dia yang pertama kali bertemu dengan manusia muka triplek alias datar tidak punya ekspresi dapat mendengarnya bicara tanpa trademark legendarisnya itu. Sungguh, ingin rasanya Sonia mengumumkan hal ini kepada teman-temannya. Daniel hanya mendengus geli dan meninggalkan Sonia yang masih antusias karena dirinya. Sonia yang menyadari Daniel telah meninggalkannya sendiri, menyusul Daniel secepat yang ia bisa.
Selesai berkeliling, mereka kembali menemui keluarga mereka. Dilihatnya, ayah dan ibunya sedang bercakap-cakap dengan ibu Daniel dan ayahnya. Mereka melihat Sonia dan Daniel yang baru datang. Tifanny segera menghampiri mereka berdua atau lebih tepatnya Sonia. Dia tersenyum sekilas kepada Daniel dan kembali menatap Sonia.
“ Sonia, sepertinya kita harus pergi sekarang. Besok ayahmu ada rapat dan harus berangkat pagi.” Tifanny mengelus puncak kepala Sonia dan tersenyum lembut.
Wajah Sonia seketika menjadi murung. Dia melihat ke arah Daniel yang masih dengan muka datarnya. Sonia menghela nafas dan mengangguk kepada ibunya. Vanisa yang melihat hal itu beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Sonia yang masih berwajah murung.
“Oh dear, jangan berwajah murung seperti itu. Kau boleh datang ke sini kapanpun kau mau. Pintu kami selalu terbuka untukmu dear,” Seketika wajah Sonia kembali ceria dan dia mengangguk dengan sangat bersemangat. Vanisa hanya terkekeh gemas akan perilaku Sonia.
“Walaupun kau sudah berumur 15 tahun, tapi kamu masih tetap lucu dear.” Sonia memalingkan wajahnya yang memerah karena malu dan Vanisa tidak tahan untuk mencubit pipi Sonia gemas. Sonia mengelus pipinya yang memerah karena sakit telah dicubit.
“ Iya Aunty Vani.” Ucap Sonia seraya tersenyum sangat manis. Daniel yang tidak sengaja melihat Sonia tersenyum sangat manis seketika wajahnya menjadi merah. Saat Sonia melihat kearah Daniel, dia melihatnya menghindari tatapan dari dirinya. Dia hanya mendengus kesal atas perilaku Daniel dan kembali melihat kearah ibunya yang memberi isyarat untuk berpamitan. Setelah berpamitan kepada kedua teman ayah dan ibunya, Sonia menghampiri Daniel,
Well, senang berjumpa denganmu. Semoga kita dapat bertemu lagi.” Ucap Sonia seraya menjulurkan tangannya yang tidak diacuhkan oleh Daniel. Sonia kembali menarik tangannya saat merasa dia tidak diacuhkan sama sekali dan pergi dari mansion itu seraya menghentakan kaki kesal dan sumpah serapah yang mengalun indah dari mulutnya.
Saat Sonia masih berada di halaman depan mansionnya, Daniel menuju ke balkon yang membuat orang tuanya kebingungan. Berada di balkon, dia melihat kearah Sonia seraya menyeringai, “Ya, kita akan bertemu lagi karena kau adalah milikku, my love,” Seketika wajah Daniel menjadi lebih pucat dan sepasang taring bersembunyi diantara belahan bibirnya. Sonia yang merasa diperhatikan melihat ke segala arah tetapi tidak menemukan siapapun. Ibunya yang melihat kelakuan Sonia hanya mengernyit bingung,
Are you okay?” Ucap Tifanny khawatir.Sonia menoleh kearah ibunya dan menganggukkan kepala. Mereka masuk kedalam mobil dan mobil itupun melaju kembali ke mansion mereka.
Mereka sampai di mansion sekitar pukul 10 malam. Memang jarak antara mansion Daniel dengan mansionnya lumayan jauh. Sampai di mansion, terdapat beberapa butler serta maid yang menyambut mereka dan membawakan barang-barang mereka. Sonia yang sudah mengantuk, langsung beranjak ke kamarnya dan mengganti baju santainya dengan piyama yang bermotif burung pheonix  khas simbol keluarganya. Saat dia akan tidur, dia merasakan seperti ada seseorang yang mengawasinya. Dilihatnya keluar jendela tetapi tidak ada siapa-siapa. Mengangkat bahu tidak perduli, Sonia menyelimuti dirinya dan kegelapan menguasainya. Tanpa diketahui oleh siapapun, sesosok mahluk berpakaian serba mewah dengan mata merah menyala dalam kegelapan dan seringai yang menunjukkan taringnya menatap penuh minat kepada Sonia.
Mine.” Seketika mahluk itu hilang dalam kegelapan.
Mentari bersinar cerah menelusup ke dalam sebuah ruangan yang bergaya Eropa menyinari seseorang yang masih bergelung dalam selimut.
Miss Sonia, sarapan anda telah siap. Apakah anda ingin sarapan di kamar anda atau di ruang makan?” Suara seorang butler membangunkan Sonia dari mimpinya. Menguap sebentar mengembalikan kesadarannya,
Nope. Aku akan makan di ruang makan saja. Kau boleh pergi.” Suara langkah kaki semakin menjauh dan Sonia beranjak dari tempat tidurnya dan segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Merasa diri cukup bersih dan rapi, Sonia langsung menuju ke ruang makan dan melihat kedua orang tuanya sudah berada di sana.
Morning Dad, Mom!” Sapa Sonia kepada orang tuanya.
Morning Sonia!” Sapa Tifanny dan Kevin bersamaan. Sonia mengambil tempat duduk di depan kedua orang tuanya. Seketika beberapa maid datang menghidangkan sarapan untuknya. Mereka sarapan dengan hening. Selesai sarapan Sonia mengeluarkan ponselnya dan mengecek e-mail yang masuk.
Perhatian Sonia jatuh kepada sebuah e-mail. Dia mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah ayahnya yang sedang sibuk dengan kerjaannya.
Dad, hari ini Roy akan berkunjung, jadi maaf jika ada keributan,” Pinta Sonia kepada ayahnya. Kevin mengangkat sebelah alisnya, tidak mengerti.
“ Sonia?! Dimana kau?!” Sahut Roy dari ruang tengah. Serempak, semua orang yang berada di mansion itu hanya menghela nafas.
“ Aku tepat berada di depanmu Roy!” jawab Sonia. Roy hanya menunjukkan senyumannya dan terkekeh serta mengambil tempat di sebelah Sonia tepat di depan Kevin.
Morning!” sapa Roy.
Morning, Roy” Sapa Sonia seraya tersenyum. Tifanny tersenyum lembut dan mengangguk. Sementara Kevin menaruh pekerjaannya seraya mendengus pelan dan memasang muka datar.
“ Sarapan Roy?” Tawar Sonia kepada Roy yang terlihat ingin mencicipi hidangan yang ada. Roy menatap Sonia dengan pandangan berbinar-binar dan segera menyantap hidangan yang ada. Kevin hanya mendengus melihat sikap anak dari adiknya. Selesai dengan kegiatannya, Roy berterima kasih kepada Sonia.
“ Jadi ada apa Roy?” Roy yang mendengar pertanyaan Sonia menepuk jidatnya dan menghadap Sonia.
“ Bukankah aku sudah mengirimmu e-mail. Aku kesini untuk menjemputmu” Jawab Roy.
“ Jemput sih jemput, tapi gak usah masuk rumah orang tanpa izin dan isi numpang makan juga kan?” Gumam Kevin dibalik pekerjaannya. Wajah Roy memerah menahan amarah atas perkataan Kevin.
“ Sepertinya aku mendengar suara kakek-kakek, kau mendengarnya Sonia?” Tanya Roy seraya menyeringai kepada Kevin. Wajah Kevin ikut memerah mendengar perkataan Roy yang seperti menyindirnya. Kertas yang dipegang oleh Kevin seketika menjadi debu dan gelas yang digenggam oleh Roy pecah menjadi beberapa bagian.Wah, perang dunia ketiga sepertinya akan segera dimulai.
“ Apa yang kau bilang?!” Bentak Kevin kepada Roy seraya berdiri dari tempat duduknya.
“ Aku bilang, aku mendengar suara kakek-kakek. Kurang jelas?!” Jawab Roy dengan membentak Kevin juga. Mereka saling bertukar pandangan membunuh. Sebelum ada pembunuhan di meja makan, Tifanny segera melerai mereka.
“ Hei kalian berdua, ini masih pagi jangan bertengkar.” Ucap Tifanny seraya tersenyum sangat manis yang malah terlihat menyeramkan bagi mereka berdua, kecuali Sonia yang tidak mengerti apa-apa dan hanya membalas senyum manis ibunya. Mereka berdua menelan ludah dan kembali duduk di tempat duduk mereka. Tifanny tersenyum dan mengangguk.
Good boy,” Ucap Tifanny seraya tersenyum manis kepada mereka berdua. Maid dan butler yang berada disana berdecak kagum atas kehebatan nyonya mereka dalam menjinakkan seseorang.
Teringat akan tujuannya kemari, Roy segera menarik tangan Sonia. Sonia yang terkejut dengan perilaku Roy yang tiba-tiba, malah menarik tangan Roy dengan keras.
“ Ouch, sakit tahu!” Ucap Roy seraya mengelus pantatnya yang berbenturan dengan lantai.
“ Rasakan itu! Hebat Sonia!” Teriak Kevin seraya mengancungkan jempolnya kepada Sonia serta menertawakan  Roy dan mengabaikan tatapan tajam Roy.

To Be Continued........

3 komentar:

  1. bagus, wkt baca ceritanya gue malah tersenyum sendiri hahaha jempol bahasanya pun sederhana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, asal jangan samapi senyum - senyum sendiri di keramaian nanti dikira kenapa - kenapa hahaha
      Terima kasih, saya akan berusaha lebih baik lagi

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus