The Time
“ Love,” Sebuah suara seperti malaikat maut yang ditujukan untuk Kevin yang hanya menelan ludah dan menoleh kearah Tifanny dan tersenyum kaku.
Sonia hanya menggeleng melihat kelakuan kedua orang tuanya. Dia menoleh kearah Roy dan mengangkat sebelah alisnya.
“ Kenapa kau menarikku Roy?” Roy bangun seraya membersihkan debu yang menempel di pakaiannya. Roy menyeringai melihat Kevin yang dimarahi oleh Tifanny.
“Aku kan sudah bilang ingin menjemputmu, Sonia.” Ucap Roy masih dengan seringainya. Sonia hanya mengangguk,
“ Memang kita mau kemana?” Tanya Sonia polos. Roy yang mendengar pertanyaan Sonia seketika tubuhnya menjadi kaku dan dengan cepat menoleh kearah Sonia.
“ Bukankah aku sudah mengirimmu e-mail tadi?!” Bentak Roy dengan wajah yang didramatisir mengakibatkan penghuni mansion menggelengkan kepala. Sonia mengangguk dan memperlihatkan ponselnya,
“Aku baru saja akan membacanya, tetapi kau tiba-tiba datang dan tidak sengaja aku menghapusnya.” Ucap Sonia teramat polos.
“ Pfft..” Kevin berusaha menahan tawanya saat mendengar perkataan Sonia yang dihadiahi dengan tatapan tajam dari Roy yang tidak diperdulikannya.
Menghela nafas, Roy berusaha menenangkan dirinya dan kembali menghadap kearah Sonia,
“ Aku kesini ingin mengajakmu memilih kostum untuk hallowen nanti. Aku melihat sebuah kostum yang cocok untukmu, bagaimana?” Sonia kembali ingat tentang pesta hallowen itu, sehingga dia mengangguk karena tidak ada pilihan lain.
“ Baiklah, ayo kita berangkat!” Seru Roy.
“ Roy, kau akan menjaga Sonia, bukan? Bila ada yang mendekati dan menyakiti Sonia bagaimana?” Tanya Tifanny yang sedari tadi hanya menonton mereka.
“ Akan kubunuh!” Ucap Roy dan Kevin bersamaan. Padahal yang ditanya Roy, tetapi kenapa Kevin juga menjawab? Tifanny hanya mengangkat bahu dan menyuruh beberapa butler serta maid untuk menjaga Sonia .Bila diperhatikan, semua orang terdekat Sonia sangat overprotektif kepadanya. Hal ini sudah biasa karena keluarganya tidak ingin Sonia tumbuh menjadi remaja yang tidak tahu sopan santun dan sembarangan dan jika kalian bertanya kenapa, mereka akan menjawab ‘Sonia adalah permata keluarga kami’
Roy mengajak Sonia pergi membeli kostum di sebuah toko yang dekat dengan mansion mereka. Toko tersebut tidak terlalu ramai karena toko tersebut memang agak tertutup dari jalan raya entah kenapa. Sonia dengan Roy pergi dengan menggunakan pakaian sederhana, Roy dengan kemeja putih polos dan celana pendek berwarna cokelat, sedangkan Sonia memakai dress polos berwarna biru muda dan rambutnya dibiarkan tergerai. Mereka memakai pakaian seperti ini karena daerah ini kerap dijadikan tempat kriminalitas, bisa bahaya bila ada yang mengetahui bahwa mereka adalah keturunan keluarga bangsawan.
“ Roy, kenapa kita memilih tempat ini?” Tanya Sonia penasaran.Roy hanya menyeringai mendengarnya,
“ Begini Sonia, kau pasti sudah tahu bukan bahwa semua kostum yang ada di pusat perbelanjaan telah habis. Jadi, aku memilih tempat ini karena hanya di sini yang tersisa.” Sonia mengangguk mengerti dengan penjelasan Roy.
Mereka memasuki toko tersebut dan langsung disuguhi kostum halloween dan juga buku cerita tentang urban legend. Roy menarik Sonia ke kumpulan kostum wanita. Sonia melihat kerah Roy yang masih semangat menarik tangannya. Roy berhenti menarik tangan Sonia dan berbalik menghadapnya,
“ Ok Sonia, kau bisa memilih baju yang mana saja dan bila kamu bertanya kenapa aku tidak membeli kostum, karena aku sudah membelinya di London.” Ucap Roy seperti mengetahui pertanyaan Sonia. Sonia mengangguk dan berjalan melihat-lihat kostum, sedangkan Roy duduk di dekat ruang ganti, sehingga setiap ada wanita yang ingin mencoba kostum, mereka akan berbalik arah dengan wajah bersemu dan Roy hanya mengangkat bahu acuh tidak perduli dan kembali membaca majalah yang telah lama tersebut.
Sonia segera memilih kostum yang menurutnya cocok. Sekian lama memilih, tidak ada satu kostum pun yang menarik perhatiannya. Dia terus menyusuri jejeran kostum itu sampai menemukan jalan buntu. Sonia terkejut melihat di ujung jalan tersebut ada sebuah kostum seperti vampir perempuan. Melihat kostum tersebut, entah kenapa ia teringat dengan ceritanya tentang vampir dan membuat dia mengambil kostum itu dan segera memakainya. Sonia menunjukkannya kepada Roy yang membuka tutup mulutnya seperti ikan koi,
“ So-sonia, kaukah itu?” Ucap Roy tergagap. Sonia mengangkat sebelah alisnya dan segera mengangguk.
“ Cocok sekali!” Roy mengacungkan kedua jempolnya yang dibalas dengan cengiran dari Sonia. Mari kita lihat apa yang dikenakan Sonia, dia memakai kostum vampir dengan rok merah menyala setinggi lutut, baju hitam dengan aksen merah pada lengannya dan jangan lupakan jubah panjang berwarna hitam yang tersemat dibelakangnya. Semua pria yang melihatnya langsung membuang muka dan menahan hidung mereka agar tidak mengeluarkan cairan merah dan hal tersebut berhadiah delikan maut dari Roy.
“Baiklah. Aku akan mengambil ini. Ayo Roy kita pergi!” Sonia menarik tangan Roy yang masih mendelik tajam kepada para pria berhidung belang sdangka Sonia berusaha keras agar roy mau meninggalkan tempat itu. Roy masih mendelik walau hampir mencapai pintu keluar, seandainya membunuh orang bukanlah sesuatu yang dilarang di negeri ini, sudah pasti akan banyak tubuh tidak bernyawa yang tergeletak yang pastinya ulah Roy.
Roy meninggalkan tempat tersebut dan Sonia dengan wajah berseri-seri karena telah mendapatkan kostum untuk halloween nanti. Mereka sampai di mansion tepat saat makan malam. Roy yang memang kelaparan langsung menyantap makanan di depannya dengan terburu-buru dihadiahi dengan bentakan Kevin yang tidak digubrisnya sama sekali.
“Bagaimana, apakah kau telah mendapatkan apa yang kau mau Sonia?” Tanya Tifanny dengan lembut seraya mengelus puncak kepala Sonia. Dia mengangguk dan menunjukkan barang bawaannnya kepada ibunya.
“ Bagaimana menurut mom?” Tifanny hanya mengangguk dan seketika Sonia menuju kamarnya meninggalkan Roy yang masih makan dengan rakusnya dengan Kevin yang masih betah membentak. Sonia menyimpan kostum tersebut dan segera beranjak tidur. Belum beberapa menit memejamkan mata, tiba-tiba ada sebuah siluet yang masuk kedalam kamarnya. Terkejut, dia mencoba untuk mencari tahu siapa yang memasuki kamarnya.
“ Halo, siapa itu?” Sekian lama menunggu, hanya keheningan yang dia dapatkan. Dia berpikir itu mungkin hanya imajinasinya saja. Saat akan kembali tidur, tiba-tiba seseorang mengunci tangannya di belakang sehingga dia meronta-ronta.
“ Lepaskan?!”Sonia berteriak kepada orang yang tidak dikenalinya karena dia tidak dapat menoleh ke belakang. Hampir saja dia menangis, sebelum sebuah suara menghentikannya,
“Hei Sonia, ini aku.” Roy hanya memberikan cengirannya kepada Sonia yang dibalas delikan tajam darinya.
“ Ternyata kau sangat penakut ya? Sorry Sonia tetapi kau sangat lucu tadi kau tahu, hahaha” Roy tertawa terbahak-bahak dan dengan tiba-tiba sebuah sepatu melayang kearahnya,
“Shut up, stupid!” Teriak Kevin yang sepertinya tidak sengaja melewati kamar Sonia. Roy sebagai korban pelemparan tersebut hanya meringis dan mengusap kepalanya yang sedikit benjol karena lemparan tadi.
“Sakit, dasar kakek tua sialan!” Umpat Roy yang masih memegang kepalanya sedangkan Sonia hanya terkikik melihatnya. Roy keluar dari kamar Sonia begitu saja, sehingga Sonia memutuskan untuk kembali tidur.
Gelap. Hanya itu yang dapat dilihatnya saat ini. Dia mencoba untuk menemukan setitik cahaya untuk memberi penerangan. Sonia bingung kenapa dia berada di sini, padahal dia merasa bila dirinya tadi berada di masionnya, tepatnya di kamarnya sendiri. Sonia terkejut melihat sepasang mata merah menyala memandang dirinya dengan tajam.
“ Who’s there?” Tanya Sonia dengan takut-takut. Secara tiba-tiba sepasang mata merah tersebut menghilang. Sonia menjerit kaget saat seseorang memeluknya dan sepasang taring yang tajam menembus kulitnya membuat kegelapan menyelimutinya.
“Hah...hah..hah...mimpi?” Sonia meneliti sekelilingnya dan menghembus nafas lega karena dia masih berada di kamarnya.
“Tenang Sonia, tenang,” Ucapnya kepada dirinya sendiri. Merasa lebih tenang, dia kembali tidur dan berusaha untuk tidak mengacuhkan mimpinya tersebut.
Kota London merupakan pusat dari Inggris. Kota ini tidak mengenal kata istirahat karena kota ini selalu melakukan aktivitas walau sang mentari sudah digantikan oleh bulan. Kota yang sangat terkenal, bahkan sampai ke ujung dunia. Bukan hanya fashionnya yang terkenal atau bahkan karena motto orang-orang disini, tetapi urban legendnya. Setiap orang di Inggris tepatnya London, sangat percaya kepada tuhan, mahluk tak kasat mata dan semua hal yang sama. Banyak urban legend yang hidup dan berkembang di kota ini dan oleh karena itu penduduk Kota London selalu memperingati tentang keberadaan mereka setiap tanggal 31 Oktober atau yang sering disebut dengan “Hallowen Day”. Sonia tampak sibuk untuk memakai baju yang baru dibelinya dengan Roy. Dia tampak sumringah dan tidak sabar lagi sehingga pelayan banyak yang kewalahan dibuatnya. Dia tidak ingin melewatkan hari ini karena ini adalah pertama kalinya dia akan melakukan tradisi bersama temannya, Roy. Para pelayan undur diri karena semua keperluan Sonia sudah siap yang dijawab anggukan dan juga ucapan terima kasih. Sonia kembali melihat pantulan dirinya di cermin dan memutar – mutar tubuhnya sehingga jubahnya berkibar. Dia tampak senang dengan pilihannya sendiri.
“ Sonia, apakah kau sudah siap?” Terdengar suara Roy dari balik pintu. Sonia segera mengambil sebuah keranjang yang berbentuk buah labu untuk tempat permennya nanti dan membuka pintu dan terlihatlah Roy yang tengah memakai baju mumi.
“ Aku membuatnya sendiri, bagaimana menurutmu?” Dia memutar tubuhnya sedangkan Sonia mematung dengan mulut terbuka. Dia salut kepada temannya yang satu ini karena dapat membuat kostum sendiri, padahal dia berkata dia membelinya, dasar. Tetapi bukan itu yang membuatnya menganga melainkan karena bahan yang digunakan yaitu tubuhnya hanya dibalut kain putih biasa dan menggunakan selotip untuk merekatkannya. Dia menggeleng dan tetap tersenyum, maklum dengan temannya yang sedikit sama dengan ayahnya. Mereka keluar berkeliling setelah pamit kepada orang tua mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar