Kejutan Ketakutan
Aku tidak pernah berani untuk menghadapnya lagi.
Sejak kejadian yang membuatku menjauhinya, tetapi sebuah kejadian memaksaku
untuk menghadapinya. Entah ini keberuntungan atau kesialan yang pasti aku tidak
dapat menghindarinya. Suka atau tidak.
Kulihat sekali lagi, jarum jam sudah menunjukkan
pukul 7 tepat. Kulihat sekeliling, sekolah tampak sepi yang memang karena ini
masih terlalu pagi sedangkan sekolah mulai pada siang hari. Ku hela nafas untuk
mengurangi rasa gugup dan takutku.
Suara
sepeda motor mengejutkanku, ternyata dia sudah datang. Dia turun dari sepeda
motornya dan mengambil berkas – berkas yang akan dibutuhkan saat pertemuan
nanti tanpa menyapaku terlebih dahulu.
“
Ayo kita berangkat !” Kami membawa motor pribadi karena aku mengira suasana
akan lebih canggung jika kami berboncengan. Saat perjalanan, aku berusaha
mengalihkan pikiranku dengan melihat sekeliling. Suara klakson mobil dan motor saling
bersahutan, menyadarkanku dari lamunan. Pagi ini jalanan memang lumayan padat,
tetapi untungnya kami tidak terlambat sampai tujuan. Dia terlihat menungguku
sembari memilih berkas – berkas tadi. Aku memarkir sepeda motorku disamping
miliknya.
Dengan sedikit gugup, aku
mendekatinya yang tampak serius dengan berkas – berkas itu. Dia melihatku dan
aku berusaha memberikannya senyuman untuk menutupi kegugupanku. “ Sepertinya
kita tepat waktu. Ayo kita naik !” Menaiki tangga, kami melewati beberapa ruangan
dinas. Dia memimpin di depan dan memasuki sebuah ruangan, Dinas Perkebunan dan
Kehutanan. Di sana tampak beberapa orang yang berpakaian dinas yang sepertinya
menunggu kami. Setelah dia menyerahkan berkas tadi, rapat pun dimulai. Saat
rapat berlangsung, aku tidak dapat fokus dengan apa yang dibicarakan hari ini. Pikiranku
melayang saat beberapa bulan yang lalu. Saat aku pertama kali bertemu
dengannya, aku mengira dia orang yang baik karena sifatnya yang memang ramah,
tetapi itu hanyalah topeng darinya. Dia menyuruhku melakukan sesuatu dengan
kedok balas budi. Aku memang tidak keberatan, tetapi waktu yang dibutuhkan
untuk mengerjakan tugas – tugas itu hampir sebulan. Orang tuaku -terutama ayah-
marah dan mengancamku untuk pindah sekolah. Aku yang memang sangat mencintai
sekolah ini sehingga aku menyetujui untuk berhenti bekerja sama dengannya.
Sejak saat itu, aku takut untuk melakukan kerja sama dengannya dan benih –
benih itu terus tumbuh sampai saat ini.
“ Baiklah, cukup untuk hari ini.
Rapat kali ini saya tutup. Terima kasih.”
Aku berdiri dan meninggalkan ruangan itu bersamanya. Saat di tempat
parkir, dia menghampiriku dengan sepeda motornya. “ Mungkin ini memang
terlambat, tetapi lebih baik daripada tidak mengucapkannya sama sekali. Aku
minta maaf padamu atas perlakuanku padamu saat itu, aku terlalu keras padamu.”
Setelah mengatakan itu, diapun mninggalkanku. Aku termenung mendengarnya,
ternyata dia juga masih mengingatnya. Akhirnya aku tahu jika ini bukan kesialan
sama sekali. Aku sekarang tahu jika lebih baik mengahadapi masalah dan
ketakutanmu daripada harus terus bersembunyi dan menjauh. Rasa takut itu terasa
menghilang saat dia mengatakannya, terasa ringan. Aku tersenyum dan mengendarai
sepeda motorku. Semoga kita dapat menjalani kerja sama yang lebih baik, pak
guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar