Rabu, 18 Januari 2017

Plan and Secret 2, Your Time | Yamazaki Akira


Your Time


Sang mentari menyinari bumi, burung berkicau merdu membangunkanku. Dengan sedikit enggan, aku membuka mataku dan sinar mentari langsung menyinariku. Aku langsung melenggang ke kamar mandi dan bersiap berangkat ke sekolah. Setelah semua rapi, aku pun berangkat sekolah dengan berjalan kaki. Jarak sekolah dengan rumahku tidak terlalu jauh, jadi hanya dengan berjalan kaki 15 menit saja sudah cukup dan tidak menguras uangku.

                        Baru mencapai gerbang, sebuah teriakan memanggil namaku, “Nita!”
Aku menoleh ke belakang dan melihat Diana berlari sambil melambaikan tangannya. Aku tersenyum dan membalas lambaian tangannya. Saat dia sudah berada di depanku dengan nafas memburu, tiba-tiba dia memelukku dengan sangat erat. Heran dengan sikap Diana,
“ Kau kenapa Di?” Dia melepas pelukannya dan menatapku dengan pandangan berbina-binar. Aku merasakan firasat buruk dan berusaha kabur darinya. Tetapi sebelum itu terjadi, dia telah menahan tanganku “Eits, Nita kenapa?” Tanya Diana masih dengan senyumannya. Aku hanya dapat menggeleng dan pasrah kepada Diana. “Nita, aku punya kabar bagus. Aku akan menginap di rumahmu malam ini, bagaimana?” tanya Diana dengan antusias. Aku melotot mendengar perkataan Diana. Dengan berat hati, aku menolak permintaanya. “Maaf Di, Kamu tidak dapat tinggal di rumahku, mungkin tidak sekarang.” ucapku pelan agar dia tidak kecewa. Aku menundukkan kepalaku, sampai Diana berkata “Tidak apa Di, aku tidak memaksamu kok, ya walaupun agak kecewa saat kamu mengatakannya.” Sungguh, awalnya aku kira dia akan marah padaku, tetapi yang aku lihat adalah Diana yang tersenyum maklum kepadaku. Diana, kamu memang sahabatku, kataku dalam hati.
                        “Hei, jangan melamun di sini. Kamu mau kita terlambat ?!” ucapnya kesal. Aku hanya meminta maaf padanya dan tiba-tiba Diana berteriak, “Yang terakhir sampai di kelas harus menuruti permintaan yang sampai terlebih dulu!”
“He..hei!” Teriakku kepada Diana yang telah berlari meninggalkanku. Aku hanya menghela nafas pasrah dengan perilaku Diana yang seenaknya. Walau perilaku Diana seenaknya, dia tetap akan menjadi temanku.
Hari ini di sekolah cukup tenang dan da-
“Kyaa...Ryan, aku mencintaimu!”
-mai. Tolong abaikan yang tadi, sekarang sangat ten-
“Kyaa..Reza, aku hanya untukmu!”
-tram.
“Kyaa...Ryan,aku untukmu!”
Tolong abaikan yang tadi, tolong.
“Kyaa..Ryan, kenapa kamu tampan sekali?!”
Bodo amat.
“Kyaa...Reza, Ryan tampan sekali. Oksigen, mana oksigen?!”
Di Jonggol.
                        Pastinya kita sudah mengetahui siapa yang dapat membuat para siswi menjerit seperti orang gila, yaitu Ryan dan Reza. Ryan turun dari mobil sport hitamnya dan Reza dari sport merahnya dengan memakai kacamata hitam. Aku hanya memutar mata bosan melihat hal-hal seperti ini. Aku tidak mengacuhkannya dan berjalan ke kelasku sebelum bel berbunyi. Di depan kelas aku melihat Diana yang tengah bersidekap dada seraya tersenyum penuh kemenangan. Aku hanya mengangkat bahu tidak peduli dan melewati Diana begitu saja. Dia langsung menahan tanganku dan memaksaku untuk melihatnya. “Jadi, kamu harus menuruti satu permintaanku Nita~” ucapnya dengan nada bermain – main.
“ Tetapi aku tidak pernah setuju dengan melakukan hal kekanakan seperti itu.” ucapku seraya melepaskan gengamannya. “Eh?!” Teriaknya tidak terima. Setelah aku duduk di tempatku, pintu terbuka menampilkan Ryan dan Reza yang pastinya diiringi dengan teriakan siswi, kecuali aku dan Diana.
                        Aku sendiri bingung kenapa hanya aku dan Diana yang tidak menjerit seperti yang lainnya. Mungkin karena iman kami, aku hanya mengangkat bahu tidak peduli. Bu Hani memasuki kelas dan membuat semua keributan tadi hilang tanpa berbekas. Kedua pangeran itu juga telah duduk di ‘singgasana’ mereka. Aku menyebutnya seperti itu karena tempat duduk mereka memang diistimewakan dengan kayu yang berkualitas dan tidak pernah absen dari berbagai hadiah, bunga, coklat dan surat dengan amplop berwarna merah muda yang pastinya berisi surat cinta dari penggemarnya. Tapi semua itu langsung dibuang oleh Ryan, sedangkan Reza memilih yang bagus dengan muka datarnya. Benar-benar heartbreaker.
                        Pelajaran berlangsung cukup tenang dan kedua pangeran itu hanya menatap ke depan tanpa minat. Saat ini kami mendapat kelas sejarah yang menceritakan perang dunia kedua, jadi wajar bila kalian melihat banyak siswa yang tertidur, melamun dan sibuk sendiri dengan handpone mereka.
                        Kubalikkan tubuhku untuk melihat keadaan Diana. Aku melihatnya tengah memandang kearah salah satu pangeran, Reza. Sepertinya dia tidak mengetahui bahwa aku memperhatikannya, kulihat matanya yang sepertinya menyiratkan kerinduan.
“Hei Di, kau kenapa?”
Diana menoleh kearahku cepat, terkejut. Aku memiringkan kepalaku  bingung akan sikap Diana, “Are you okay?”
“I..iya” Aku mengangkat bahu seakan tidak perduli. Saat aku telah membalikkan tubuhku aku berpikir Diana memang telah menyembunyikan sesuatu. Semoga cepat atau lambat aku akan mengetahui rahasia itu dan dia sendiri yang mengatakannya.
                        Pelajaran sejarah telah berakhir yang disambut dengan teriakan gembira dari beberapa siswa.Sedikit merenggangkan tubuh, aku langsung bangun dari tempat dudukku. Menoleh kearah Diana, dia terlihat sedang mengeluarkan sesuatu seperti...
“Bento?” Dia menengok ke arahku seraya tersenyum. Dia memperlihatkan dua buah kotak bento berwarna biru dan hijau.
“Iya bento. Aku membuat satu untukmu dan satu untukku.” Ucap Diana seraya membawa 2 kotak bento.
“Kenapa?” Saat aku bertanya, dia berkacak pinggang dan berkata “Tentu saja memperingati hari persahabatan kita, makanya aku menyuruh koki terbaikku untuk membuat 2 bento. Awalnya aku ingin membuat sebuah pesta, tetapi aku tahu kamu pasti tidak senang dengan hal yang berlebihan, jadi aku menyuruh mereka untuk membuat 2 buah bento saja agar lebih ‘sederhana’.”
Aku tersenyum saat mendengar penuturan dari Diana. Ya, walaupun agak sedikit jengkel dengan perkataan Diana yang mengatakan bento yang mungkin dilengkapi dengan makanan mewah itu dikatakan sederhana.
“Jadi kamu memilih bento yang mana, biru atau hijau?”
“Tidak usah Di, kamu tidak perlu repot-repot untuk membuat ini!”
“Hei, siapa yang repot. Aku bahkan tidak merasa repot sama sekali. Jadi bila kamu tidak mau memilih, aku akan membuangnya.” ucapnya dengan gerakan yang seakan akan membuang bento itu.
“E..Eh, jangan!”
“Kalau begitu, pilih kamu mau yang mana?” ucapnya dengan senyum penuh kemenangan.
“Baiklah. Aku memilih kotak bento yang berwarna biru saja.” ucapku menunjuk kotak bento yang berwrna biru dihiasi dengan gambar bunga sakura dan tulisan kanji dari emas. Tiba-tiba Diana menghentikanku saat akan membuka tutup bento, “ Ta, lebih baik kita membeli minuman terlebih dahulu, bagaimana?” Tawar Diana. Aku berpikir sebentar dan menyetujui perkataan Diana. Kami berjalan menuju kantin seraya bergurau, sehingga tidak sengaja aku menabrak Ryan yang sedang membawa minuman yang mengakibatkan sweaternya ternoda oleh minuman yang ternyata capuccino. Para siswi yang melihat kejadian tersebut langsung menjerit dengan keras. Oh tuhan, apa yang telah aku lakukan, jeritku dalam hati. Tidak adakah lubang besar di sekitar sini agar aku dapat masuk kedalamnya dan dalam sekejap menghilang dari pandangan semua orang. Dengan sedikit terbata-bata aku berusaha meminta maaf padanya “Ma...ma...maaf Ryan. A..ak..aku tidak sengaja.”
                        Kalau wajah bisa lebih merah lagi, mungkin mukaku sudah seperti tomat. Ryan masih diam dengan tatapan yang tidak terbaca, memandangku dengan intensif. Seakan-akan dia berusaha menerawangku atau malah membunuhku dengan tatapannya yang membuatku merinding. Aku segera membungkuk dengan panik kepada Ryan.
“Maafkan aku! Maaf! Aku benar-benar tidak sengaja!”
Ryan masih terdiam. Aku merasa makin tidak nyaman dengan pandangan orang-orang di sekitarku.
“Ayolah maafkan aku! Kan aku sudah bilang tidak sengaja!” ucapku memaksa. Aku menutup mulut, kulihat semua memperhatikanku dengan pandangan yang kira-kira berkata ‘Sudah salah, nyolot lagi.’
“Hn, bodoh”
                        Sosok yang kujatuhi minuman tadi itu malah tersenyum dan mendengus. Adegan itu malah membuat urat jengkel dikeningku berkedut mendengar perkataanya tadi.
“K-kau...” belum sempat aku menjatuhkan sumpah serapah, Ryan membuka suara.
“Pergilah.” Potong Ryan.
“Eh?” Aku berhenti, bingung.
                        Tidak sengaja mataku bertemu pandang dengan matanya yang seindah langit musim panas tanpa awan, sehingga membuatku menunggu beberapa detik sebelum aku menangkap apa yang dikatakan oleh Ryan dan langsung menyeret Diana pergi dari tempat itu, mengabaikan bisikan-bisikan dari para penghuni sekolah yang berkumpul.
                        Saat sudah sampai di taman belakang sekolah yang jarang dilewati oleh siswa yang bersekolah di sini, aku mendudukkan diriku di sebuah kursi di bawah pohon maple yang rindang. Diana duduk di sebelahku dengan raut khawatir dan prihatin dengan kondisiku saat ini.
“Are you okay?” Tanya Diana.
Aku hanya diam mendengar pertanyaan Diana. Setelah dapat menguasai diri, aku mengangguk.
“Di, bisakah kamu meninggalkan aku sendiri ?”
Aku melihat dia agak ragu untuk meninggalkanku sendiri. Setelah menimang-nimang, dia mengangguk dan meninggalkanku sendiri.
                        Aku hanya menatap langit dan kejadian itu tidak sengaja kembali melintas seperti CD rusak. Seketika mukaku memerah karena malu karena banyak yang melihat kejadian itu, bahkan mungkin seluruh sekolah melihatnya, marah karena Ryan tidak hati-hati saat berjalan. Baiklah mungkin itu kesalahanku tetapi salah dia juga sendiri kenapa dia nggak menghindar. Haah..aku hanya menghela nafas lelah.


To Be Continued.......


Dikit ya?
Hehehe maaf kalo terlalu pendek. Ditunggu kritik dan sarannya ya ^-^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar