Selasa, 24 Januari 2017

Real, perkenalan | Yamazaki Akira


Real

“ Aduh, tega banget sih ?!” Aku mengacak rambutku yang awalnya tertata rapi dengan diikat kebelakang. Handpone masih kupegang dan itulah masalahnya. Bukan pada ponselnya tetapi pada orang yang mengirimku sebuah pesan, editorku. Ingin rasanya aku membanting ponsel yang aku pegang ini tetapi sayang rasanya karena ini adalah pemberian dari ibuku. Dengan cepat aku membalas pesan itu, kabar buruk. Akhirnya, dia membalas dan tetap kekeh pada keputusannya. Aku menyerah dan mengiyakan. Tiba – tiba seseorang memegang bahuku yang membuatku terkejut sampai terjatuh.
“ Eh, Guritna kok jatuh ?” Dia memiringkan kepalanya tanpa merasa bersalah. Dia menjulurkan tangannya dan membantuku bangun. Aku hanya mengembungkan pipi kesal karena sifatnya. Aku menghela nafas dan meredakan kekesalanku. 
“ Ada apa sih, Dit ?” Dia mengangguk dan tampak memperlihatkan sesuatu, sebuah novel.
“ Akhirnya aku mendapat novelnya, Na.” Dia tampak sangat senang sampai meloncat kegirangan. Untungnya tidak ada orang di taman itu jadi aku membiarkan saja dia seperti itu. Dia berhenti dan seketika meneliti wajahku. Aku yang risih dilihat seperti itu segera mengalihkan pandanganku. 
“ Na, mukamu merah loh,” Dia menunjuk wajahku yang memang memerah kedinginan karena menunggunya membeli novel dari penulis idolanya itu. Aku lalu menarik tangannya dan mengajaknya untuk pulang dengan memeprlihatkan jam yang ada di layar ponselku, 11.30. Pantas saja aku kedinginan, ternyata ini sudah larut malam. Dia mengangguk dan mengantarku pulang. Saat perjalanan pulang, dia hanya bercerita tentang novel yang baru dia beli tadi yang dengan setia mengantri di depan toko selama 1 jam dan meninggalkanku di taman. Teman yang hebat, bukan?
Tetapi reaksinya memang tidak terlalu berlebihan sih, karena novel itu adalah novel terlaris dan juga paling dicari, jadi reaksi Adit wajar menurutku. Sesampainya kami dirumah, ibukulah yang membukakan pintu. Ibu mempersilahkan Adit untuk duduk dan berbincang dulu denganku disamping ibu yang membuat coklat panas untuk kami berdua.
“ Tidak usah, bu. Ini sudah larut malam, mungkin lain kali saja.” Dia pergi setelah berpamitan denganku dan ibuku. Aku melepaskan syal yang aku pakai tadi dan ingat tentang pesan yang aku terima saat menunggu Adit dan menghela nafas lelah. Mengambil notebook di tas, aku segera membuat apa yang disuruh olehnya. Ini benar – benar akan menguras tenaga dan waktu. Banyak yang harus dilakukan, aku pikir secangkir coklat hangat akan membuatku terjaga sampai akhirnya aku selesai dengan pekerjaanku. Ya, semoga saja.
Aku mulai mebuat tokoh – tokoh yang akan berperan dalam ceritaku kali ini. Tokoh utama yang aku pilih adalah seorang laki – laki yang mempunyai rambut hitam pendek dan agak pendiam tetapi pintar dan populer. Aku kagum melihat sketsa yang aku buat. Aku dapat membayangkannya dlam otakku jika seandainya dia ada di dunia nyata. Benar – benar tampan. Entah  kenapa niat yang awalnya ingin menulis hilang seketika sehingga aku lebih memilih tidur dengan tetap memikirkan tokoh utamaku sampai aku sendiri tidak sadar telah terlelap. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar