Senin, 16 Januari 2017

Contoh Cerpen Horror | Yamazaki Akira

Arloji Tua



Deru nafas itu terus beradu bagaikan tengah dipompa. Langkah kakinya semakin lama semakin cepat menelusuri lorong – lorong yang tergenang oleh air. Keringat menetes, membasahi tubuhnya. Dia tidak bisa berhenti, sekali berhenti, ucapkan selamat tinggal untuk dunia.
Bayangan itu semakin cepat dan berusaha menggapainya dengan jari tangannya yang panjang. Pria itu berteriak dan semakin mempercepat langkahnya, tetapi dia hanyalah manusia biasa yang juga merasakan kelelahan.  Langkahnya semakin pelan dan saat dia melihat kebelakang wajah itu menyeringai mengerikan. Dia mundur kebelakang sampai akhirnya punggungnya menekan dinding, terjebak. Sosok itu semakin dekat, dia mengangkat tangannya dan mengayunkannya ke arah pria itu dan,
“Ahhhh, nggak gue nggak berani , matiin!” Seorang perempuan berambut pirang berteriak seraya menutup matanya sedangkan temannya memutar mata bosan akan tingkah temannya yang menurutnya berlebihan.
“ Tenang Ris, ini tuh cuma film.” Akhirnya Anisa menyerah dan mematikan televisi dihadapan mereka. Dia melihat jam telah menunjukkan pukul 9 malam dan membereskan semuua peralatan yang mereka pakai untuk mengerjakan tugas sekolah. Memang awalanya Riska datang ke rumahnya untuk menginap dan mengerjakan tugas sekolah yang diberikan oleh guru bologi yang harus dikumpul besok.  Awalnya mereka mengerjakan dengan tenang, tetapi Riska mengacaukannya dengan memintanya memutar kaset yang baru dia beli. Tidak dapat menolak permintaan sahabatnya, dia pun memutar kaset itu, tetapi baru beberapa menit Riska sudah ketakutan dengan film yang dia pilih sendiri.
            Setelah merasa semua rapi kembali, dia dan Riska beranjak tidur. Anisa yang tidak dapat tidur lebih memilih untuk melihat keluar jendela, sepi. Dia berpikir mungkin hanya orang gila saja yang berkeluyuran malam – malam begini. Tetapi dia mematahkan pemikirannya, seorang pria tengah duduk di sebuah bangku taman sendirian. Dia tampak menggenggam sesuatu. Anisa tidak dapat melihatnya karena terlalu jauh. Dengan sedikit pertimbangan dia meninggalkan Riska yang terlelap dan keluar menemui pria itu. Pria itu mengenakan jaket coklat yang sedikit lusuh dan ternyata yang dipegang olehnya adalah sebuah arloji tua. Dia mendongak melihat langsung ke mata Anisa seraya menyeringai dan dalam sekejap telah berada disamping Anisa.
“ Sudah waktunya,” Pria itu berbisik dan Anisa dengan cepat menoleh ke belakang tetapi tidak ada siapapun disana, seakan dia lenyap ditelan bumi. Anisa berlari masuk ke dalam rumah, tetapi Riska juga ikut lenyap. Dia memanggil Riska tetapi tidak ada jawaban.
            Tiba – tiba ada seseorang yang memegang bahunya. Dengan perlahan Anisa memutar tubuhnya,
“Riska!” Anisa langsung memeluk tubuh itu sedangkan Riska hanya tertawa cekikikan.
“ Kenapa tadi kau meninggalkanku?” Riska mengangkat salah satu alisnya dan memajukan bibirnya, ngambek. Anisa hanya menghela nafas dan menjelaskan semuanya kepadanya.
“ Ohh jadi apa maksudnya?”
“Jika aku tahu, aku tidak akan bertanya Riska,” Sahabatnya ini memang aneh. Anisa melihat sebuah pintu berwarna merah tepat dibelakang Riska yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Dengan penasaran, dia membuka pintu itu dan betapa terkejutnya bahwa yang ditemukannya adalah setumpukan arloji tua. Dia mengambil salah satu arloji itu dan menelitinya. Dia seperti pernah melihat arloji tua itu tetapi dia lupa tempatnya dan kapankah itu. Sebelum dapat mengingatnya, sebuah jarum jam yang lumayan besar dan tajam melesat ke arahnya. Riska yang melihat hal itu langsung berteriak kepada Anisa. Untungnya refleks yang dimiliki oleh Anisa cukup terlatih sehingga dapat menghindari jarum tersebut. Riska mengambil jarum itu dan memperlihatkannya kepada Anisa.
“Siapa yang telah melakukan hal ini?” Mereka saling pandang dan akhirnya menyerah. Belum sempat mereka bernafas lega, bel rumah Anisa berbunyi. Dengan sedikit takut, Anisa dan Riska membuka pintu, kosong tidak ada siapapun disana. Tetapi tampak sebuah kardus yang di dalamnya terdapat sesuatu yang dibungkus dengan plstik hitam. Dengan perlahan, anisa mengambil dan membukanya,
“Ahhhh....” Dia melempar plastik itu dan menangis, tubuhnya bergetar ketakutan. Riska yang penasaran melihat isi plastik tersebut dan betapa terkejutnya ketika dia menemukan kepala anjing peliharaan Anisa di dalamnya.
“Kita di terror Ris!” Anisa tampak sangat frustrasi. Akhirnya Anisa ingin menginap di rumah Riska dan dia menyetujuinya. Riska menyiapkan satu buah ranjang untuk Anisa dan pergi meninggalkannya untuk mengambil air minum. Anisa berusaha meredakana ketakutannya dan melihat – lihat kamar Riska. Dia datang ke kamar Riska hanya dua kali, tetapi Riska datang ke kamarnya berkali – kali, aneh memang. Dia melihat banyak foto yang dibingkai di sana. Foto masa kecil Riska tak luput dari perhatiannya.
            Tiba – tiba pandangannya tertuju kepada sebuah arloji tua. Anisa tampak mengenali arloji itu sampai dia ingat bahwa arloji itulah yang menjadi ciri khas orang yang menerorrnya. “Jadi, Riskalah yang menererorrku?” Anisa berbisik kepada dirinya sendiri.
“ Iya Anisa. Akulah yang melakukannya.” Anisa berbalik dan melihat Riska yang sangat berbeda dengan seringai yang sangat mengerikan.
“Tapi kenapa?” Riska memajukan langkahnya mendekati foto – foto masa kecilnya dan mengambil salah satu foto yang menggambarkan dua orang anak yang tengah berpelukan dengan senyum yang menempel di wajah mereka.
“Aku hanya iri padamu Anisa. Kau memang sahabatku tetapi kenapa harus kau yang menjadi terkenal hah?” Dia menaruh kembali foto itu dan tampak merogoh sesuatu dalam sakunya, jarum yang hampir melukai Anisa dan mempermainkan jarum itu seakan itu hanyalah mainan biasa. Anisa yang mendengar hal itu tidak dapat menahan tangisnya.
“Sssst, putri tidak boleh menangis,” Riska mencengkram dagunya dan menghempaskan tubuhnya ke lantai.
“Semoga mimpi indah, putri Anisa.” Dia tertawa keras dan mengarahkan jarum itu ke jantung Anisa. Sedangkan Anisa hanya dapat menutup mata pasrah akan kejadian selanjutnya.
Dorr
            Tiba – tiba sebuah tembakan tepat mengenai  tangan Riska yang tengah memegang jarum. Riska mengaduh kesakitan dan melihat tangannya berlumuran darah. Dia melihat siapa orang yang telah berani menembaknya saat dia tengah berada di puncak kesenangan. Anisa yang mendengar suara tembakan itu memberanikan membuka mata dan hal pertama yang dilihatnya adalah tangan Riska yang penuh darah dan Raka, kakak Riska bersama dua orang polisi yang tengah bersiap dengan pistol ditangan mereka.
“ Tangkap dia, pak!” Kedua polisi itu langsung menangkap Riska dan membawanya ke kantor polisi sedangkan Raka membantu Anisa.
“ Aku tahu Riska itu iri padamu dari pandangan matanya. Saat aku memberitahunya bahwa itu salah, dia menyangkal dan pergi. Jadi, seperti inilah yang akhirnya tejadi.” Anisa hanya mengangguk dan mengambil salah satu arloji tua milik Riska dan menyimpannya di saku.

“ Aku akan menyimpan arloji ini agar dapat mengingatkanku kepada kejadian ini. Kamu temanku, serigala berbulu domba.” Anisa dan Raka pun pergi meninggalkan tempat itu. Tetapi mereka tidak tahu bahwa permainan belum selesai sepenuhnya, just waiting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar